KODE ETIK GURU
Mata Kuliah : Profesi Keguruan
Dosen Pengampu: Rukhaini Rahmawati, M.Pd.I
Disusun Oleh :
1. Purnomo (1410120067)
2. Abdul Rokib (1410120060)
3. Mustaqim (1410120061)
4. Durrotun Nashihah (1410120063)
5. Indriani Nurlita Putri (1410120065)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah masalah yang tak pernah ada hentinya untuk selalu menjadi topik yang ramai diperbicarakan, melalui berbagai media. Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara tentang murid maupun profesi guru dan kode etik guru. Saat menyandang prdikat sebagai guru, tentunya tugas seorang guru tidaklah mudah, seorang guru bukan hanya sekedar menerangkan pelajaran saja, hal tersebut karena guru merupakan profesi yang dapat menentukan masa depan generasi muda bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas tentu mempunyai etika yang baik, guru yang tidak berkualitas akan menjadikan generasi muda bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah lagi.
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”[[1]]. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Sekarang ini, kebanyakan orang-orang yang telah menjadi seorang guru dalam menjalankan profesinya tersebut tidak jarang melakukan penyimpangan atau pun pelanggaran terhadap norma-norma menjadi seorang guru, sehingga pemerintah menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik Guru”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Kode Etik Guru?..
2. Apakah tujuan dan fungsi kode etik guru?..
3. Apakah saja kode etik guru di Indonesia?..
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kode Etik Guru
Istilah “kode etik” berasal dari dua kata, yakni “kode” dan “etik”. Perkataan “etik” berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak, adab atau cara hidup. Sedangkan “kode etik” secara harfiah berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
seorang guru sebagai tenaga pendidik yang profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru. Bila guru telah melakukan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah melanggar “kode etik guru”. Sebab, kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.[[2]]
Dalam buku lain, istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia. Terma etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, ataupun akhlak. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak. Sementara adab adalah keluhuran budi, yang berarti menimbulkan kehalusan budi atau kesusilaan, baik yang menyangkut batin maupun lahir.
Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru dan sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode etik guru indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan demikian , kode etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.[[3]]
Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan. Dalam buku lain, Kata “etik” berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok manusia”. Atau secara harfiah kode etik berarti sumber etik. Jadi kode etik guru itu dapat diartikan sebagai aturan tata susila keguruan.[[4]]
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan dan dipatuhi oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Jika lebih diperinci lagi, Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah), guru dan sesama guru, guru dan peserta didik, guru dan lingkungannya.
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dalam temu karya pendidikan III dan rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia sebagai berikut:
1) Bartakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik.
3) Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan Ilmu Pendidikan.
5) Selalu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pada intinya dapat disimpulkan bahwa kode etik tersebut mengatur tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Guru semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan diambil yang memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia, sebagai pewaris Nabi.Tugas guru bukan sebatas penyampai mata pelajaran ke sana kemari, dari satu sekolah ke sekolah yang lain.
Semestinya kita harus jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini belum bangkit, dan bahkan justru bertambah bebannya adalah sebagai akibat dari mempercayakan guru kepada orang-orang yang bukan semestinya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru. Sebagai contoh sederhana, kita harus pahami bahwa jika siswa tidak pintar ilmu fiqih, bukan kemudian hanya menyalahkan para siswanya sulit diajari ilmu fiqih, atau referensi yang kurang lengkap, tetapi hal itu disebabkan, salah dalam memilih guru, karena dia bukan bidangnya.
B. Tujuan Etik Guru
Dalam setiap profesi tentunya memiliki kode etik masing-masing yang harus dipatuhi oleh segenap jajaran yang ada pada profesi tersebut dan dalam hal ini adalah profesi guru. Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.[[5]]
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memendang rendah atau remeh terhadap suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai tindakan yang dapat mencemarkan nama baik tprofesi terhadap masyarakat.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya/
Kesejahteraan dalam konteks ini meliputi kesejahteraan yang bersifat lahir (material) ataupun kesejahteraan yang bersifat batin (spiritual atau mental).
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Untuk meningkatkan mutu profesi, kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
C. Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan oleh
- Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.
- Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : (1). Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
- Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
- Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain :
- Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
- Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
- Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
- Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Ketaatan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan norma- norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. PGRI misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional bersama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak kementerian disebutkan bahwa “semua guru di Indonesia dapat memahami, menginternalisasi, dan menunjukkan perilaku keseharian sesuai dengan norma dan etika yang tertuang dalam KEGI ini”.
6. Menciptakan suasana harmonis guru
Dengan demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan merasakan adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan tugas-tugasnya.[6] Secara umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain:
* Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
* Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
* Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan tindakan.
* Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Di dalam Pasal 28 undang-undang nomor 8 tahun 1974 menjelaskan tentang pentingnya kode etik guru dengan jelas menyatakan bahwa" pegawai negeri sipil memiliki kode etik sebagai pedoman sikap, sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan." Dalam penjelasan undang undang. Tersebut dinyatakan Bahwa dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanan tugasnya dan dalam pergaulan sehari hari. Selanjutnya dalam kode etik pegawai negeri sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri .
Soetjipto dan Raflis Kosasi menegaskan bahwa kode etik suatu profesi adalah norma norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma norma tersebut berisi petunjuk petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan larangan yaitu ketentuan ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari dalam masyarakat.[[7]]
D. Kode Etik Guru Indonesia
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan Kongres PGRI XIII pada tanggal 21 -25 November 1973 di Jakarta, yang terdiri dari sembilan item sebagai berikut :
1) Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.
2) Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3) Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagikepentingan anak didik.
5) Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6) Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.
7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
8) Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.[[8]]
Kode etik guru merupakan suatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga , sekolah maupun masyarakat.[[9]]
Upaya meningkatkan pelaksanaan kode etik pendidik tersebut,dalam garis besarnya dapat dilakukan sebagai berikut :
Pelaksanaan Kode Etik pendidik
1) Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya,selama mereka mampu, untuk studi lebih lanjut. Dengan menimba ilmu lebih banyak serta meningkatkan sikap dan pribadinya sebagai pendidik, diharapkan kode etik pendidik itu lebih disadari keharusannya untuk ditaati dan dilaksanakan.
2) Membangun pustakawan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki perpustakaan seperti itu.
3) Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
4) Kerja sama lembaga pendidikan dengan orang tua dan dengan tokoh-tokoh masyarakat perlu ditingkatkan.
5) Fungsi DP3 perlu di benahi dan ditingkatkan.
6) Pelaksanaan etika pendidik dapat juga ditingkatkan dengan mengintensifkan pengawasan.
7) Kalau pendidik melanggar kode etik pendidik tidak mempan dinasehati atau dihimbau oleh pemimpin lembaga, maka para pemimpin itu dapat mengenakan sanksi kepada mereka sesuai dengan aturan yang berlaku atau sesuai dengan peraturan lembaga bersangkutan yang sudah disepakati bersama.[[10]]
6. Nilai-nilai Dasar dan Nilai Operasional kode etik guru
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
1). Nilai-nilai agama dan Pancasila
2). Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3). Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6.
E. Macam-Macam Hubungan Guru
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
- Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
- Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
- Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
2. Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa:
- Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
- Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
- Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat:
- Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
- Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
- Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
4. Hubungan Guru dengan Sekolah:
- Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
- Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
5. Hubungan Guru dengan Profesi:
- Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
- Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
- Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
7. Pelaksanaan, dan Sanksi Pelanggaran Guru.
Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kode etik pendidik, dalam garis besarnya dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya, selama mereka mampu, untuk studi lebih lanjut ke S1, S2 atau S. Dengan menimba ilmu lebih banyak serta meningkatkan sikap pribadinya sebagai pendidik, diharapkan kode etik pendidik lebih disadari keharusannya untuk ditaati dan dilaksanakan.
2. Membangun perpustakaan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki perpustakaan seperti itu. Guna perpustakaan ini disiapkan bagi pendidik yang tidak sempat studi lebih lanjut.
3. Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
4. Sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan para pendidik, kerjasama lembaga pendidikan dengan orang tua, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat juga perlu ditingkatkan.[[11]]
Kode etik hanya ditetapkan oleh organisasi profesi yang berlaku dan memikat para anggotanya. Penetapan kode etik ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara per orangan, tetapi harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dan organisasi tersebut.[[12]]
Pendidikan akan berhasil menciptakan manusia yang “benar-benar manusia” di masyarakat serta tidak menyusahkan orang lain.
Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dibuatkan ke dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik dan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada serta pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik. Sedangkan secara umum etika dapat diartikan sebagai disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika profesi guru, guru dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar guru-murid, juga dalam hubungannya guru dengan masyarakat yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling menghargai, tolong menolong dan sebagainya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bila mana dalam elit profesional tersebut ada kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.[[13]]
Sering kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkatkan menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila demikian, aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.[[14]]
Contoh kasus pelanggaran guru, diantaranya sebagai berikut:
- Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan mengancam murid apabila melanggar peraturan atau tidak mengikuti kehendak guru.
- Guru tidak memahami sifat - sifat yang khas / karakteristik pada anak didiknya.
- Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang.
Adapun sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena :
- Melanggar sumpah dan janji jabatan.
- Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
- Melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus menerus.
Sanksi terhadap guru dapat juga berupa :
- Teguran
- Peringatan tertulis
- Penundaan pemberian hak guru
- Penurunan Pangkat
- Pemberhentian dengan hormat
- Pemberhentian tidak dengan hormat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, kode etik guru sebagai pedoman guru dalam berperilaku sesungguhnya dapat diterapkan di masyrakat. Guru ketika berinteraksi dengan masyarakat harus berpegang teguh pada kode etiknya. Perilaku yang ditunjukkan harus mencermikan nilai-nilai luhur kode etik itu sehingga kandungannya menjelma dalam perilakunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 49
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta : Balai Pustaka. hal. 112
Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal. 49
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal.31
Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan dan Konsep Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 112
Thomas Gardon dan Mudjito, Guru yang Efektif, (Jakarta: CV Rajawali, 1990), hlm. 105
Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 26-29
Syaiful bahri djamarah , Op Cit, hlm.49-50
Made Pidarta , Landasan Kependidikan , (Jakarta : PT Rineka Cipta , 1997 ) , hlm.276
Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997, hlm. 271-273.
Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999, hlm. 32
Manpan Drajat dan Ridwan Effendi, Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014, hlm. 110-113
Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, hlm. 33
[[1] ] Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998
[[2] ] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 49
[[3]]Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta : Balai Pustaka. hal. 112
[[4]]Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal. 49
[[5]]Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal.31
[[6] ] Thomas Gardon dan Mudjito, Guru yang Efektif, (Jakarta: CV Rajawali, 1990), hlm. 105
[[7]]Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan dan Konsep Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 112
[[8] ] Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 26-29
[[9] ] Syaiful bahri djamarah , Op Cit, hlm.49-50
[[10] ] Made Pidarta , Landasan Kependidikan , (Jakarta : PT Rineka Cipta , 1997 ) , hlm.276
[[11]]Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997, hlm. 271-273.
[[12]]Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999, hlm. 32
[[13] ] Manpan Drajat dan Ridwan Effendi, Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014, hlm. 110-113
[[14] ] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, hlm. 33
Posting Komentar