Makalah ini disusun untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester
Matakuliah Metodologi Studi Islam
DosenPengampu :
Manijo M. Ag
Di susunoleh :
1. PURNOMO NIM : 1410120067
PROGRAM STUDI TARBIYAH JURUSAN PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2014/2015
Sejarah Dan Peninggalan Bersejarah Di Jepara
Kerajaan Kalinyamat merupakan sebuah kerajaan yang terdapat di Jepara, Dahulunya Kalinyamat dan Jepara merupakan sebuah Kadipaten bawahan dari Kerajaan Demak, tetapi karena ketika Kerajaan Demak di pimpin Sunan Prawoto dan Arya Penangsang membunuh Sultan Hadlirin, Maka Wilayah Kalinyamat dan Jepara mendirikan Kerajaan sendiri dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kalinyamat meliputi Jepara, Kudus, Pati, Juwana,Rembang, Mataram. Sedangkan Tanah Pati dan Hutan Mentaok (Mataram) di buat sayembara untuk siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Tembok bentengnya membentang di beberapa desa, meliputi Purwogondo, Margoyoso, Kriyan, Bakalan, Robayan dan pusat Kraton / Siti Inggil di Kriyan.
Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut, Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh, Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan Aceh (1514-1528).
Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan, Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Perjalanan Sultan Hadlirin ke jepara
Yang menarik dari kota jepara adalah, bahwa jepara merupakan pintu awal masuknya orang-orang asing ke jawa, dan salah satunya adalah Sultan Hadlirin (Pangeran kalinyamat) Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa.Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut, Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh, Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan Aceh (1514-1528).
Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan, Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa.
Dan akhirnya Sultan Trenggono memberikan tanah dan biaya untuk mendirikan Keraton Islam di Mantingan kepada Sunan Hadlirin dan para Wali Songo, Sunan Hadlirin juga ditunjuk Sebagai Sultanya, Dan diberi gelar “Sultan Hadlirin”.
Dan akhirnya Sultan Trenggono memberikan tanah dan biaya untuk mendirikan Keraton Islam di Mantingan kepada Sunan Hadlirin dan para Wali Songo, Sunan Hadlirin juga ditunjuk Sebagai Sultanya, Dan diberi gelar “Sultan Hadlirin”.
Persaingan penyebaran Agama sangat ketat antara Wali Songo yang berpadepokan di Kasultanan Mantingan denganTauhid Hakikat yang bermarkas di Keraton Kalinyamat,
Selama tiga tahun para Wali mendirikan Keraton.
Selama tiga tahun para Wali mendirikan Keraton.
Di depan keraton ada pagar yang dihuni 10 ekor Kerbau, Dikandang kerbau juga terdapat genangan air yang disebut Belik yang tidak pernah kering, Sehingga pada masa itu, Keraton Mantingan disebut Keraton Kandang Kerbau.
Kanjeng Ratu Kalinyamat pun penasaran dengan Sultan Hadlirin yang diberi kekuasaan baru oleh ayahnya, Kanjeng Ratu Kalinyamat sering berpura-pura menyerang Kesultanan Mantingan dengan alasan urusan perbedaan agama, agar bisa bertemu dengan RadenToyib, Setelah bertemu, Kanjeng Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin akhirnya sama-sama jatuh hati, dan akhinya beliau berdua menikah.
Setelah Sunan Hadirin menikah dengan Retna Kencana atau yang berjuluk Ratu Kalinyamat maka Kesultanan Mantingan dan Kerajaan Kalinyamat melebur menjadi Kesultanan Kalinyamat dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Keraton Astana Mantingan.
Abdul Jalil, Kerabat Kanjeng Sunan Hadlirin, dijadikan Telik sandi Keraton Jepara bagian utara. Telik sandi bagian selatan dipercayakan pada seorang permpuan bernama Sanjang yang saat ini Makamnya di desaPetekeyan, Tahunan, Jepara.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara, Dan Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat Pangeran Hadlirin, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang dahulunya sangat terkenal dengan keahlian ukirnya, dan ia juga mengajarkan seni ukir pada penduduk yang ada Jepara.
Kanjeng Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono, lahir rabu pahing, Romadlon 1514. Putri dari Kanjeng Sultan Trenggono,Sultan Demak (1504-1546) dengan Roro Purbayan.
Retno Kencono diberi kekuasaan memimpin Jepara pada Tanggal 10 April 1527 (TrusKaryo Tataning Bumi) karena diberi Amanat oleh Faletehan yang akan pergi menyerang Portugis di Sunda Kelapa yang akhirnya menjadi Sultan disana 22 Juni 1527.
Retno Kencono juga resmi disyahkan oleh Kanjeng Sultan Trenggono ayahnya,
Sehingga pada 1 Juni 1527 dimulai pembuatan Keraton di Kalinyamatan, Jepara.
Pada 12 Agustus 1527 Retno Kencono melantik Pejabat Keratonnya, Tahun 1528 Kanjeng Ratu Kalinyamat pergi ke Cirebon, Dan Disana bertemu dengan perempuan yang sangat sakti dengan aliran Tauhid Hakikat “Manunggaling Kawulo Gusti’’.
Perempuan asal Aceh keturunan Mesir, yang bernama Nur Hasnah, berjuluk Syeh Siti Jenar, dengan rambut bersanggul di atas kepala dan berkerudung warna kuning Emas banyak disangka sebagai rambut jenggot seorang laki-laki.
1. PintuGerbang pertama saat ini berada di perbatasan Jepara Kudus, berupa hutan sampai ke pintu kedua.
2. Pintu Gerbang kedua berupa dua pohon pisang kembar yang saat ini berada di Desa Gedangan, berupa tanah lapang sampai pintu Gerbang ketiga. Disitu hanya tersedia 2 kursi tamu, dan seekor macan Klawuk.
3. Pintu Gerbang ketiga, saat ini berada di Desa Kriyan Langsung menuju Siti Inggil Kriyan saat ini berada di belakang SMP Islam Sultan Agung 3 Kalinyamatan, sebagai tempat penerimaan tamu. Di bagian belakang Istana digunakan sebagai tempat berdakwah Kanjeng Syeh Siti Jenar dalam menyebarkan Tauhid Hakikat. Dan Kanjeng Ratu Kalinyamat adalah murid kesayangan Syeh Siti Jenar. Kanjeng Ratu Kalinyamat sangat menyukai kerudung warna merah.
Sebagai seorang yang beraliran Tauhid Hakikat, Kanjeng Ratu Kalinyamat mejadikan Istananya hanya dihuni perempuan.
Retno Kencono diberi kekuasaan memimpin Jepara pada Tanggal 10 April 1527 (TrusKaryo Tataning Bumi) karena diberi Amanat oleh Faletehan yang akan pergi menyerang Portugis di Sunda Kelapa yang akhirnya menjadi Sultan disana 22 Juni 1527.
Retno Kencono juga resmi disyahkan oleh Kanjeng Sultan Trenggono ayahnya,
Sehingga pada 1 Juni 1527 dimulai pembuatan Keraton di Kalinyamatan, Jepara.
Pada 12 Agustus 1527 Retno Kencono melantik Pejabat Keratonnya, Tahun 1528 Kanjeng Ratu Kalinyamat pergi ke Cirebon, Dan Disana bertemu dengan perempuan yang sangat sakti dengan aliran Tauhid Hakikat “Manunggaling Kawulo Gusti’’.
Perempuan asal Aceh keturunan Mesir, yang bernama Nur Hasnah, berjuluk Syeh Siti Jenar, dengan rambut bersanggul di atas kepala dan berkerudung warna kuning Emas banyak disangka sebagai rambut jenggot seorang laki-laki.
Keraton Kalinyamat menghadap ke timur dengan 3 Pintu Gerbang, yaitu:
1. PintuGerbang pertama saat ini berada di perbatasan Jepara Kudus, berupa hutan sampai ke pintu kedua.
2. Pintu Gerbang kedua berupa dua pohon pisang kembar yang saat ini berada di Desa Gedangan, berupa tanah lapang sampai pintu Gerbang ketiga. Disitu hanya tersedia 2 kursi tamu, dan seekor macan Klawuk.
3. Pintu Gerbang ketiga, saat ini berada di Desa Kriyan Langsung menuju Siti Inggil Kriyan saat ini berada di belakang SMP Islam Sultan Agung 3 Kalinyamatan, sebagai tempat penerimaan tamu. Di bagian belakang Istana digunakan sebagai tempat berdakwah Kanjeng Syeh Siti Jenar dalam menyebarkan Tauhid Hakikat. Dan Kanjeng Ratu Kalinyamat adalah murid kesayangan Syeh Siti Jenar. Kanjeng Ratu Kalinyamat sangat menyukai kerudung warna merah.
Sebagai seorang yang beraliran Tauhid Hakikat, Kanjeng Ratu Kalinyamat mejadikan Istananya hanya dihuni perempuan.
Patihnya bernama Sri Rahayu Anjani, Panglima Perang Sri Rekso Arum, Juru masak Sri Anjani Kerto Rahayu, Algojo Sri Endang Lesmono, Telik Sandi Rinjani, Dayang Retno Dumilah dan Roro Sumangkin, Guru spiritual Syeh SitiJenar, dan Cuma telik Sandi Panji Lanang, satu-satunya pria, Namun kerjanya di luar Gerbang Keraton.
Hewan-hewan peliaraan keraton hampir semuanya jantan, Ada harimau tunggangan bernama Penggolo, Burung Garuda Emas, Kera Surya kencono, Tikus Piti, Kidang Kencana, Naga Kencana, Kerang Cangkang Wojo, Keong Buntet, dan ditambah lagi Bunga Kenanga Putih kesukaan Kanjeng Ratu Kalinyamat. Kedelapan hewan dan ditambah satu Bunga Kenanga Putih, dilambangkan dengan adanya Tundan Songo, Tundan Songo saat ini adalah tangga masuk menuju Astana Mantingan.
Masa Ke emasan Ratu Kalinyamat
Masa Ke emasan Ratu Kalinyamat pernah dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de Couto, sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa. Selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579), ia berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya. Meski pada hakikatnya Jepara merupakan bagian dari Kesultanan Demak, tapi secara de facto Jepara memiliki kekuasaan dan kewibawaan paling tinggi.
Pada waktu itu Kesultanan Demak dipimpin oleh Pangeran Pangiri, putra bungsu Sultan Trenggana. Tapi pengaruh Demak tidaklah sehebat pengaruh Jepara, Hal ini disebabkan karena Jepara sangat kuat dalam bidang ekonomi dan militer.
Ratu Kalinyamat berhasil menghidupkan kembali perekonomian Jepara yang telah porak poranda akibat perang saudara yang berkepanjangan. Ia menjadikan pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan nusantara. Saat itu Pelabuhan Jepara sangat ramai oleh pedagang-pedagang dari Ambon yang membawa rempah-rempah.
Jepara, Banten,Semarang mernjual beras bagi para pedagang Ambon, Sedangkan Ambon menjadi produsen rempah-rempah bagi seluruh kerajaan di Jawa. Tercatat pedagang dari Aceh, Malaka, Banten, Demak, Semarang, Tegal, Bali, Makassar,Banjarmasin, Tuban dan Gresik turut meramaikan pelabuhan Jepara . Dapat dikatakan Pelabuhan Jepara menjadi tempat transaksi perdagangan berskala internasional. Ratu Kalinyamat pun memungut cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di Pelabuhan Jepara. Hasil perdagangan beras dan cukai tersebut menjadikan Jepara sebagai Kerajaan yang makmur, dan kaya raya.
Dengan kekayaannya, Ratu Kalinyamat membangun armada Laut yang sangat kuat untuk melindungi kerajaannya yang bercorak maritim. Sebagai Kerajaan Maritim yang bercorak Islam, Kerajaan Jepara sangat dihormati dan disegani oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Kekuatan armada laut Kerajaan Jepara sudah tersohor di seluruh nusantara.
Banyak kerajaan-kerajaan lain yang meminta bantuan armada laut Jepara untuk melindungi negerinya. Saat itu Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa. Ia adalah Ratu yang memiliki posisi politik yang kuat dari kondisi ekonomi yang kaya raya. Ia menjalin hubungan diplomatik yang sangat baik dengan Kerajaan-kerajaan Maritim Islam lainnya. Jepara menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Johor, Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Ambon dan Kesultanan Demak.
Masa kemunduran ratu kalinyamat. Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh itu kemenakannya, yang dijadikan anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu, Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546), Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara, Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang, Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis, Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong, Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. ia mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja, kang minangka tapih remanipun kaore (bertapa dengan telanjang di gunung Danaraja, yang dijadikan
kain adalah rambutnya yang diurai).Tindakan ini dilakukan untuk mohon keadilan kepada Tuhan
dengan cara menyepi di Gunung Danaraja. Ia memiliki sesanti, baru akan mengakhiri
pertapaanya apabila Arya Penangsang telah terbunuh.
Pernyataan Babad Tanah Jawi itu merupakan suatu kiasan yang memerlukan interpretasi
secara kritis, Historiografi tradisional memuat hal-hal yang digambarkna dengan simbol-simbol
dan kiasan-kiasan. Dalam bahasa Jawa kata wuda(telanjang) tidak hanya berarti tanpa busana
sama sekali, tetapi juga memiliki arti kiasan yaitu tidak memakai barang-barang perhiasan dan
pakaian yang bagus (Suara Merdeka, 10 Desember 1973). Ratu Kalinyamat tidak menghiraukan
lagi untuk mengenakan perhiasan dan pakaian indah seperti layaknya seorang ratu. Pikirannya
ketika itu hanya dicurahkan untuk membinasakan Arya Penangsang. Di Gunung Danaraja itu lah
Ratu Kalinyamat menyusun strategi untuk melakukan balas dendam kepada Arya Penangsang.
Peperangan antara Pajang dan Jipang tidak dapat terelakkan. Dalam peperangan itu, Arya
Penangsang memimpin pasukan Jipang mengendarai kuda jantan bernama Gagak Rimang yang
dikawal oleh prajurit Soreng. Adapun pasukan Pajang dipimpin oleh Ki Gede Pemahanan, Ki
Penjawi, Ki Juru Mertani. Pasukan Pajang juga dibantu oleh sebagian prajurit Demak dan
tamtama dari Butuh, pengging. Dalam peperangan itu Arya Penangsang terbunuh.
Terbunuhnya Arya Penangsang itu terjadi pada tahun 1480 Saka atau 1558 Masehi
(Karyana Sindunegara, 1996/1997: 123-114).
Menurut Amen Budiman peristiwa itu terjadi pada
tahun 1556 (Amen Budiman, 1993: 78), sedang sumber lain mengatakan Arya Penangsang gugur
pada tahun 1554 (Suripan Sadi Hutomo, 1996). Pertempuran dimenangkan oleh pihak Pajang dan
Arya Penangsang gugur
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara, Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis diMalaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan. Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda, yaitu:
· Pangeran Timur Rangga Jumena
Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
· Arya Pangiri
Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak.
· Pangeran Arya Jepara
Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).
Petilasan Kerajaan Kalinyamat yang masih ada, yaitu:
· Bekas Kraton (Sekarang Bernama Siti Inggil Keraton Kalinyamat), di Kriyan
· Bekas Pasar (Sekarang Bernama Kutha Bedah), di Robayan
· Bekas Pertapaan (sekarang Bernama Pertapaan Sonder), di Tulakan
· Tembok Benteng Kalinyamat, di Makam Mbah Sacam Robayan.
· Taman Kraton Kalinyamat dan Siti inggil
Taman Keraton berada di dalam keraton dengan unsure air, kolam dankura-kura serta Siti Hinggil sebagai tempat paseban. Konsep tamankeraton ini sama dengan taman-taman keraton seperti di Keraton Jogja dengan Taman Sari-nya, Cirebon dengan Sunyaragi, yang disamping menambah keindahan juga sebagai tempat persembunyian.
· Benteng Keraton Kalinyamat
Di Keraton Kalinyamat dibangun juga benteng sepanjang kurang lebih 5-6km seluas 4 km2 dengan batu bata 20/25 selebar 2,5 m sebagai jalur penjagaan. Batas benteng Jalan Jepara Kudus, Kali Bakalan, dan Kali Krecek (Kali Sesek).
• Masjid dan Makam Mantingan
terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah tempat yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu PANGERAN HADIRIN suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.
Dimakam inilah Pangeran Hadirin (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan.
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOUL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Dan ditembok masjidnya terdapat berbagai Ornamen ukiran dari bahan batu alam yang konon berasal dari negeri Cina.
Masjid ini dulunya juga di gunakan oleh Sunan Mantingan untuk mengurusi kepentingan- kepentingan tertentu terutama kaitanya dengan penyebaran Agama Islam di Jepara hal ini di kaitkan dengan arti kata mantingan itu sendiri yang berarti pementingan.
Banyak kerajaan-kerajaan lain yang meminta bantuan armada laut Jepara untuk melindungi negerinya. Saat itu Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa. Ia adalah Ratu yang memiliki posisi politik yang kuat dari kondisi ekonomi yang kaya raya. Ia menjalin hubungan diplomatik yang sangat baik dengan Kerajaan-kerajaan Maritim Islam lainnya. Jepara menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Johor, Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Ambon dan Kesultanan Demak.
Masa kemunduran ratu kalinyamat. Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh itu kemenakannya, yang dijadikan anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu, Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546), Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara, Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang, Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis, Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong, Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. ia mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja, kang minangka tapih remanipun kaore (bertapa dengan telanjang di gunung Danaraja, yang dijadikan
kain adalah rambutnya yang diurai).Tindakan ini dilakukan untuk mohon keadilan kepada Tuhan
dengan cara menyepi di Gunung Danaraja. Ia memiliki sesanti, baru akan mengakhiri
pertapaanya apabila Arya Penangsang telah terbunuh.
Pernyataan Babad Tanah Jawi itu merupakan suatu kiasan yang memerlukan interpretasi
secara kritis, Historiografi tradisional memuat hal-hal yang digambarkna dengan simbol-simbol
dan kiasan-kiasan. Dalam bahasa Jawa kata wuda(telanjang) tidak hanya berarti tanpa busana
sama sekali, tetapi juga memiliki arti kiasan yaitu tidak memakai barang-barang perhiasan dan
pakaian yang bagus (Suara Merdeka, 10 Desember 1973). Ratu Kalinyamat tidak menghiraukan
lagi untuk mengenakan perhiasan dan pakaian indah seperti layaknya seorang ratu. Pikirannya
ketika itu hanya dicurahkan untuk membinasakan Arya Penangsang. Di Gunung Danaraja itu lah
Ratu Kalinyamat menyusun strategi untuk melakukan balas dendam kepada Arya Penangsang.
Peperangan antara Pajang dan Jipang tidak dapat terelakkan. Dalam peperangan itu, Arya
Penangsang memimpin pasukan Jipang mengendarai kuda jantan bernama Gagak Rimang yang
dikawal oleh prajurit Soreng. Adapun pasukan Pajang dipimpin oleh Ki Gede Pemahanan, Ki
Penjawi, Ki Juru Mertani. Pasukan Pajang juga dibantu oleh sebagian prajurit Demak dan
tamtama dari Butuh, pengging. Dalam peperangan itu Arya Penangsang terbunuh.
Terbunuhnya Arya Penangsang itu terjadi pada tahun 1480 Saka atau 1558 Masehi
(Karyana Sindunegara, 1996/1997: 123-114).
Menurut Amen Budiman peristiwa itu terjadi pada
tahun 1556 (Amen Budiman, 1993: 78), sedang sumber lain mengatakan Arya Penangsang gugur
pada tahun 1554 (Suripan Sadi Hutomo, 1996). Pertempuran dimenangkan oleh pihak Pajang dan
Arya Penangsang gugur
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara, Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis diMalaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan. Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda, yaitu:
· Pangeran Timur Rangga Jumena
Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
· Arya Pangiri
Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak.
· Pangeran Arya Jepara
Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).
Petilasan Kerajaan Kalinyamat yang masih ada, yaitu:
· Bekas Kraton (Sekarang Bernama Siti Inggil Keraton Kalinyamat), di Kriyan
· Bekas Pasar (Sekarang Bernama Kutha Bedah), di Robayan
· Bekas Pertapaan (sekarang Bernama Pertapaan Sonder), di Tulakan
· Tembok Benteng Kalinyamat, di Makam Mbah Sacam Robayan.
Kraton Kalinyamat
Kraton Kalinyamat merupakan tempat tinggal Ratu Kalinyamat yangdulunya terkenal sebagai tempat bertirakatnya para raja dan petinggi raja-raja Demak dan Sunan Kalijaga. Kraton ini sampai saat ini belum ditemukan reruntuhannya, namun berdasarkan informasi warga sekitar, ketika menggali pondasi bisa dipastikan menemukan batu bata sebagai reruntuhan kraton. Didalamnya juga diduga terdapat Siti Hinggil danTaman Keraton.· Taman Kraton Kalinyamat dan Siti inggil
Taman Keraton berada di dalam keraton dengan unsure air, kolam dankura-kura serta Siti Hinggil sebagai tempat paseban. Konsep tamankeraton ini sama dengan taman-taman keraton seperti di Keraton Jogja dengan Taman Sari-nya, Cirebon dengan Sunyaragi, yang disamping menambah keindahan juga sebagai tempat persembunyian.
· Benteng Keraton Kalinyamat
Di Keraton Kalinyamat dibangun juga benteng sepanjang kurang lebih 5-6km seluas 4 km2 dengan batu bata 20/25 selebar 2,5 m sebagai jalur penjagaan. Batas benteng Jalan Jepara Kudus, Kali Bakalan, dan Kali Krecek (Kali Sesek).
• Masjid dan Makam Mantingan
terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah tempat yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu PANGERAN HADIRIN suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.
Dimakam inilah Pangeran Hadirin (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan.
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOUL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Dan ditembok masjidnya terdapat berbagai Ornamen ukiran dari bahan batu alam yang konon berasal dari negeri Cina.
Masjid ini dulunya juga di gunakan oleh Sunan Mantingan untuk mengurusi kepentingan- kepentingan tertentu terutama kaitanya dengan penyebaran Agama Islam di Jepara hal ini di kaitkan dengan arti kata mantingan itu sendiri yang berarti pementingan.
2 komentar